BREAKING NEWS

Sepatu Cibaduyut Bangkit: UMKM Lokal Tembus Pasar Nasional dan Global

Deretan kios sepatu dan sandal kulit khas Cibaduyut, dengan produk yang tersusun rapi di etalase sepanjang jalan raya

INET99.ID – BANDUNG – Nama Cibaduyut telah lama melekat sebagai ikon sepatu lokal berkualitas dari Bandung. Kawasan yang dikenal sebagai surganya sepatu kulit ini sempat mengalami penurunan tajam selama masa pandemi, ketika toko-toko tutup, produksi terhenti, dan banyak pengrajin memilih berhenti sejenak. Namun kini, semangat itu kembali menyala. Industri sepatu Cibaduyut bangkit perlahan namun pasti, dipimpin oleh tangan-tangan terampil para pengrajin lokal yang tak pernah menyerah menghadapi zaman.

Salah satu pengrajin sepatu yang bertahan adalah Dede (45), pria yang telah menggeluti dunia persepatuan sejak usianya baru menginjak 20 tahun. Ia mengaku, pandemi menjadi masa tersulit dalam perjalanan usahanya.

“Waktu itu hampir enggak ada pesanan. Toko sepi, pegawai saya pulangkan semua. Tapi saya tetap bikin sepatu satu-dua pasang, biar tangan enggak kaku,” kenangnya.

Kini, situasinya berbeda. Dede justru kewalahan memenuhi pesanan yang datang bukan hanya dari pembeli lokal, tapi juga luar kota, bahkan luar negeri. Kuncinya ada di perubahan pola pemasaran. “Sekarang saya jualan lewat TikTok Shop dan Shopee. Dulu enggak ngerti, sekarang anak saya bantu buat video, fotoin sepatu. Ternyata ramai juga,” tambahnya.

Transformasi digital menjadi kunci kebangkitan banyak UMKM sepatu Cibaduyut. Pengrajin yang dulu hanya mengandalkan penjualan langsung di toko pinggir jalan kini mulai menjangkau pasar lebih luas melalui internet. Media sosial seperti Instagram dan TikTok menjadi etalase baru bagi produk-produk handmade yang sebelumnya hanya dikenal di lokal Bandung.

Nia (31), seorang pelaku usaha sepatu perempuan, juga merasakan dampak besar dari pemasaran digital. Lewat akun Instagram miliknya, ia secara rutin memposting proses pembuatan sepatu, desain baru, dan testimoni pelanggan.

"Saya bikin sepatu khusus buat perempuan, desainnya lebih kekinian. Banyak yang pesan lewat DM, terus saya arahkan ke marketplace," ujarnya.

Bermodal kreativitas dan keuletan, Nia bahkan berhasil mengekspor produknya ke Singapura dan Brunei. “Dulu saya cuma bikin sepatu buat dipakai sendiri. Sekarang bikin tiap minggu, kirim keluar negeri. Yang penting konsisten dan kualitas jangan kalah,” ucapnya bangga.

Tak hanya dari sisi pemasaran,

pengrajin Cibaduyut juga mulai berinovasi dalam desain dan produksi. Banyak dari mereka yang kini mengembangkan model sepatu semi-formal, kasual, sneakers kulit, bahkan sandal eksklusif dengan tampilan lebih modern.

“Pasar sekarang suka yang simpel tapi elegan. Kami sesuaikan desain tapi tetap pakai bahan kulit asli dan teknik jahit manual,” ujar Wawan (39), pengrajin yang fokus pada produksi sepatu pria.

Kombinasi antara kualitas bahan, pengerjaan handmade, dan desain adaptif menjadikan sepatu Cibaduyut semakin diminati. Harga pun tetap bersaing. Mulai dari Rp150 ribu hingga lebih dari Rp1 juta tergantung jenis dan detail produk. Namun yang paling dicari, tetap sepatu kulit asli dengan jahitan tangan yang awet hingga bertahun-tahun.

Meski kebangkitan ini membawa harapan, tantangan tetap menghadang. Salah satunya adalah persaingan dari produk sepatu impor yang masuk melalui pasar daring dengan harga miring. Banyak pengrajin mengakui sulit bersaing secara harga, namun mereka percaya diri menang dari sisi kualitas dan layanan personal. “Sepatu kami bisa request ukuran, warna, bahkan inisial nama. Itu enggak bisa dibeli dari pabrik besar,” kata Wawan.

Kini, geliat kehidupan di kawasan Cibaduyut kembali terasa. Bengkel sepatu yang dulu tutup mulai buka kembali. Suara mesin jahit berdengung dari rumah ke rumah. Toko-toko kembali menata etalase mereka dengan koleksi terbaru, dan pengrajin muda mulai bermunculan membawa semangat baru.

Cibaduyut tidak lagi sekadar tempat belanja sepatu murah,

tetapi menjadi simbol kebangkitan industri kreatif lokal. Lewat tangan-tangan terampil pengrajinnya, Cibaduyut menegaskan bahwa produk Indonesia bisa bersaing secara kualitas dan nilai seni. Bahkan, beberapa pengusaha mulai membangun merek pribadi (brand) mereka sendiri, lengkap dengan logo, kemasan premium, dan cerita di balik setiap produk.

Keterlibatan generasi muda juga menjadi angin segar. Banyak anak-anak pengrajin yang sebelumnya enggan terlibat kini mulai melanjutkan usaha orang tua mereka, dengan pendekatan digital yang lebih modern. Mereka membawa Cibaduyut ke dunia e-commerce, branding, dan bahkan kolaborasi dengan fashion influencer.

“Sekarang bukan cuma jualan sepatu, tapi juga bangun merek. Kami ingin orang ingat Cibaduyut bukan karena murah, tapi karena kualitas dan karya anak bangsa,” kata Sari (27), pemilik merek sepatu wanita yang sudah dua kali tampil di pameran fashion lokal.

Dengan semangat pantang menyerah, inovasi yang terus berjalan, serta adaptasi terhadap zaman digital, industri sepatu Cibaduyut tidak hanya bertahan—tapi perlahan kembali berjaya. Kawasan ini membuktikan bahwa krisis bisa menjadi awal dari kebangkitan, dan bahwa produk lokal bisa menembus pasar global asalkan digarap dengan sungguh-sungguh.

Cibaduyut bukan hanya nama jalan. Ia adalah warisan, identitas, sekaligus kebanggaan industri kreatif Indonesia.***


Red.

Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Posting Komentar

Terkini