BREAKING NEWS

Tragedi Crypto Crash 10 Oktober 2025: Ribuan Trader Kehilangan Segalanya, Pasar Rontok 313 Triliun dalam Semalam


Jakarta, inet99.id — Dunia kripto kembali berduka. Pada 10 Oktober 2025, pasar aset digital global mengalami kejatuhan terbesar sepanjang sejarah. Dalam waktu kurang dari 24 jam, nilai Bitcoin ambruk lebih dari 10 persen, sementara ribuan altcoin lainnya ikut terseret ke jurang penurunan harga. Kerugian mencapai 19 miliar dolar AS atau sekitar 313 triliun rupiah, menjadikan peristiwa ini sebagai likuidasi terbesar dalam sejarah industri kripto.

Kejatuhan mendadak ini disebut-sebut dipicu oleh kebijakan tarif impor 100 persen terhadap Tiongkok yang diumumkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Pengumuman itu mengguncang pasar global dan memicu kepanikan besar, tidak hanya di sektor saham dan komoditas, tetapi juga di pasar kripto yang terkenal paling sensitif terhadap perubahan geopolitik.

Dalam hitungan jam, grafik pasar digital berubah menjadi merah darah. Bitcoin yang sempat stabil di atas level 120.000 dolar anjlok hingga ke bawah 108.000 dolar, sementara altcoin besar seperti SUI merosot hingga 80 persen hanya dalam waktu satu jam sebelum akhirnya memantul kembali. Ribuan trader yang menggunakan leverage tinggi mengalami likuidasi massal dan kehilangan seluruh modal mereka.

Menurut data dari MarketWatch, lebih dari 19 miliar dolar posisi derivatif kripto dilikuidasi hanya dalam satu malam — tiga kali lebih besar dibanding gabungan crash besar sebelumnya seperti Terra Luna, FTX, dan COVID-19 market crash. Para analis menyebut momen 10 Oktober sebagai “malam paling kelam” dalam sejarah aset digital.

Di tengah kepanikan itu, kabar duka datang dari Ukraina. Konstantin Galish, yang dikenal luas di komunitas kripto global dengan nama “Kostya Kudo”, ditemukan tewas di dalam mobil Lamborghini-nya di Kyiv. Polisi setempat menyatakan kematiannya sebagai dugaan bunuh diri. Galish dikenal sebagai influencer dan investor besar yang kehilangan hampir setengah triliun rupiah dalam crash tersebut.

Tragedi ini memicu spekulasi luas bahwa bukan hanya Galish, tetapi juga banyak trader lain di berbagai negara yang mengalami tekanan mental berat akibat kehilangan seluruh aset mereka. Di media sosial beredar klaim bahwa lebih dari 2.000 trader kripto mengakhiri hidupnya setelah crash itu, meski hingga kini belum ada data resmi yang dapat memverifikasi angka tersebut.

Kendati begitu, fenomena ini menjadi alarm bagi industri kripto global. Banyak pakar mengingatkan bahwa di balik euforia keuntungan besar, terdapat risiko psikologis yang serius. Studi-studi terbaru menunjukkan bahwa aktivitas trading kripto yang berisiko tinggi dapat menimbulkan stres ekstrem, kecemasan, hingga depresi, terutama saat pasar mengalami volatilitas besar.

Dari sisi ekonomi, efek domino crash ini masih terasa hingga kini. Investor besar beralih ke aset lindung nilai seperti emas dan obligasi, sementara sejumlah bursa kripto sempat menghentikan perdagangan untuk menekan gelombang panic selling. Otoritas keuangan di beberapa negara juga mulai meninjau ulang regulasi terhadap perdagangan aset digital berleverage tinggi.

Kisah tragis dari 10 Oktober 2025 menjadi pengingat pahit bagi jutaan pelaku pasar: bahwa kripto bukan hanya soal peluang, tetapi juga soal risiko. Tak sedikit yang kehilangan harta, sebagian kehilangan harapan, dan beberapa bahkan kehilangan nyawa. Dalam dunia yang bergerak cepat dan penuh ketidakpastian ini, satu hal pasti — uang bisa dicari kembali, tapi nyawa tidak.


(Red).

Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Posting Komentar

Terkini