BREAKING NEWS

Skandal Chromebook Kemendikbud: Laptop Rp 5 Juta Dibayar Rp 10 Juta, Dugaan Korupsi Menguat

Poto istimewa

JAKARTA, INET99.ID - Pengadaan laptop Chromebook menjadi salah satu objek utama dalam penyidikan dugaan korupsi program digitalisasi pendidikan di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang saat ini ditangani Kejaksaan Agung. Meski bukan satu-satunya proyek yang diusut, pengadaan perangkat komputer jinjing untuk para siswa sekolah ini tercatat sebagai kasus dengan potensi kerugian negara terbesar sepanjang penyelidikan di era kepemimpinan Menteri Nadiem Makarim.


Praktik pengadaan laptop Chromebook dalam program digitalisasi pendidikan Kemendikbudristek diduga sarat penyimpangan, salah satunya terlihat dari harga pembelian yang jauh di atas nilai pasar. Menurut Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejaksaan Agung, Harli Siregar, harga pasaran perangkat tersebut seharusnya berkisar antara Rp5 juta hingga Rp7 juta per unit, namun dalam pelaksanaannya dibayarkan sebesar Rp10 juta per unit.

“Bagaimana itu tidak jadi masalah (korupsi), karena dalam pengadaannya itu, barang yang harganya kira-kira antara (Rp) 5 sampai 7 juta, tetapi dibayarnya 10 juta (per unit) chromebook-nya itu,” kata Harli saat ditemui di Kejagung, Jakarta, Selasa (3/6/2025).Dikutif dari Republika.

Harli menjelaskan bahwa penganggaran untuk Chromebook dalam program digitalisasi pendidikan juga ditemukan bermasalah. Berdasarkan hasil penyidikan, total anggaran program yang dijalankan oleh Kemendikbudristek mencapai Rp9,9 triliun, yang di dalamnya termasuk untuk pengadaan laptop Chromebook.

Dari total anggaran tersebut, Rp3,82 triliun berasal dari Dana Satuan Pendidikan (DSP), sementara Rp6,39 triliun bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK), yang seharusnya menjadi jalur pendanaan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.

“Yang menjadi bermasalah kan juga di DAK. Karena dana itu kan ditransfer ke daerah-daerah untuk membeli chromebook itu melalui vendor-vendor yang sudah ditentukan (oleh kementerian),” ujar Harli.

Harli mengungkapkan bahwa penunjukan vendor dalam proyek pengadaan tersebut menjadi salah satu titik krusial terjadinya dugaan tindak pidana korupsi. Ia menyebut, hasil penyidikan mengindikasikan adanya rekayasa dan kesepakatan yang disengaja untuk mengarahkan proyek kepada pihak-pihak tertentu, sehingga proses pengadaan jauh dari prinsip transparansi dan akuntabilitas.

“Jadi dia ini diarahkan kepada vendor-vendor tertentu yang kita sudah sebut diawal, bahwa ada persekongkolan di situ, ada permufakatan jahat untuk melakukan perbuatan itu,” ujar Harli. Padahal, kata Harli, uji coba program digitalisasi pendidikan melalui pengadaan laptop chromebook tersebut sudah dilakukan pada 2020. Dikutip dari Republika.

Dalam penentuan vendor-vendor itu, kata Harli, juga menjadi pangkal utama tindak pidana korupsi dalam program dan pengadaan tersebut. Karena kata Harli, penyidik menyimpulkan adanya kesepakatan-kesepakatan yang sengaja dilakukan untuk mengarahkan ke pihak-pihak tertentu.
 
“Jadi dia ini diarahkan kepada vendor-vendor tertentu yang kita sudah sebut diawal, bahwa ada persekongkolan di situ, ada permufakatan jahat untuk melakukan perbuatan itu,” ujar Harli. Padahal, kata Harli, uji coba program digitalisasi pendidikan melalui pengadaan laptop chromebook tersebut sudah dilakukan pada 2020.
 
Selanjutnya, kata Harli dari hasil uji coba penggunaan chromebook tersebut dinyatakan tidak sesuai dengan spesifikasi dalam merealisasikan program digitalisasi pendidikan.

“Kan sebelumnya itu sudah diuji coba dengan melakukan uji coba seribu chromebook. Tetapi dinyatakan tidak cocok dia, tidak sesuai spesifikasi.

Tetapi, chromebook-nya itu tetap berjalan yang itu membuat program digitalisasi pendidikannya tidak berjalan,” kata Harli.

Menurut Harli, hasil uji coba chromebook pada 2020 ketika itu dinyatakan tak sesuai karena laptop dengan sistem operasi khusus tersebut mengharuskan ketersediaan jaringan internet. Sementara, kata Harli, dalam realitasnya, tak semua daerah yang mendapatkan chromebook untuk digitalisasi pendidikan itu memiliki akses internet.
 
Kondisi tersebut, kata Harli yang membuat pengadaan laptop chromebook tersebut tak tepat guna. Sehingga, dinyatakan sebagai bagian kerugian negara.
 
“Terkait kerugian negara, nilainya belum dapat ditentukan, karena masih dalam penghitungan tim penyidikan di Jampidsus, dan auditor negara. Apakah ini nantinya akan menjadi total loss atau tidak, nanti kita menunggu hasilnya,” ujar Harli. 
 
Pengusutan kasus korupsi di Kemendikbudristek ini memang belum menetapkan tersangka. Akan tetapi sudah lebih dari 28 saksi yang diperiksa. Tim penyidikan di Jampidsus, pun sudah melakukan penggeledahan di tiga tempat tinggal staf khusus dan tim teknis Menteri Nadiem.
 
Tiga staf khusus dan tim teknis tersebut adalah Fiona Handayani (FH), dan Juris Stan (JS), serta Ibrahim Arief (IA). Harli mengatakan, FH semestinya menjalani pemeriksaan di Jampidsus pada Senin (2/6/2025), dan JS pada Selasa (3/6/2025).
 
“Dua-duanya nggak datang,” ujar Harli.
 
Pada Rabu (3/6/2025), tim penyidik menjadwalkan pemeriksaan terhadap IA.
 
Adapun untuk Nadiem Makarim, Harli mengatakan, pemeriksaan terhadap mantan Mendikbudristek itu pasti akan dilakukan. Menurut dia, tinggal menunggu waktu kapan tim penyidikan Jampidsus akan melayangkan surat pemanggilan.
 
“Siapa, atau pihak manapun yang menurut penyidik sangat berkaitan dengan perkara ini, saya kira itu akan dilakukan (pemeriksaan). Karena itu adalah kebutuhan penyidikan,” ujar Harli.


Sumber : Republika



Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Posting Komentar

Terkini