Marak Penyelewengan Dana Hibah Pemerintah, Pengamat Politik: Uang rakyat dijarah, hibah justru berubah jadi alat main elite
0 menit baca
![]() |
Poto ilustrasi |
Jakarta, iNet99.id — Kasus penyalahgunaan dana hibah dari pemerintah kembali mencuat di berbagai daerah. Dugaan korupsi dan penyelewengan dana yang seharusnya diperuntukkan bagi pembangunan dan kesejahteraan masyarakat ini memicu keprihatinan publik.
Banyaknya berita tentang kasus dana hibah yang disalahgunakan menunjukkan bahwa praktik ini bukan lagi persoalan insidental, melainkan sudah menjadi masalah sistemik.
Kasus terbaru yang turut menyita perhatian publik adalah pemanggilan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) dari APBD Jawa Timur tahun anggaran 2019–2022.
Pemanggilan ini menjadi sorotan karena menyangkut alokasi dana yang seharusnya digunakan untuk pemberdayaan masyarakat, namun justru diduga diselewengkan oleh oknum-oknum yang terlibat.
Dana hibah yang seharusnya menjadi instrumen pemerataan dan pemberdayaan masyarakat lokal, kerap kali dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi oknum tertentu, baik di tingkat legislatif maupun eksekutif. Beberapa kasus bahkan menyeret pejabat publik.
Pengamat politik Dian Rahadian menyoroti fenomena ini sebagai bentuk kelemahan dalam sistem pengawasan dan transparansi birokrasi. Ia menilai, lemahnya akuntabilitas serta kurangnya keterlibatan publik dalam proses distribusi dan pelaporan penggunaan dana hibah turut menjadi faktor utama maraknya penyalahgunaan.
"Kasus seperti ini menunjukkan bahwa reformasi birokrasi belum menyentuh akar persoalan. Sistem pemberian hibah yang longgar dan minim pengawasan sangat rawan disalahgunakan. Pemerintah seharusnya membentuk mekanisme kontrol yang ketat dan melibatkan lembaga independen serta masyarakat sipil dalam proses pengawasan," ujar Dian Rahadian kepada media, Kamis (19/6).
"Uang rakyat dijarah, hibah justru berubah jadi alat main elite," tegas Dian.
"Ini bukan sekadar persoalan administrasi, tapi kejahatan yang merusak kepercayaan publik terhadap negara. Sistem pemberian hibah yang longgar dan minim pengawasan sangat rawan disalahgunakan." Jelasnya.
Dian juga mengingatkan bahwa korupsi dana hibah bukan hanya persoalan hukum, tetapi juga mencerminkan krisis etika dalam tata kelola pemerintahan. Ia menyerukan agar aparat penegak hukum bertindak tegas tanpa tebang pilih dan membuka ruang partisipasi publik dalam pelaporan pelanggaran.
Dian juga menilai bahwa maraknya penyelewengan dana hibah ini tak lepas dari adanya indikasi keterlibatan sindikat kejahatan keuangan yang bekerja secara terorganisir. Sindikat ini diduga melibatkan jaringan lintas institusi, mulai dari oknum pejabat pemerintahan, anggota legislatif, hingga pihak ketiga seperti lembaga penerima hibah fiktif.
Skema kejahatan dilakukan secara sistematis dengan memanfaatkan celah regulasi, lemahnya verifikasi administratif, dan minimnya transparansi publik dalam proses pencairan maupun penggunaan dana.
Lebih lanjut, Dian Rahadian menekankan pentingnya penanganan kasus ini dengan pendekatan pemberantasan sindikat kejahatan keuangan.
“Ini bukan lagi soal individu yang nakal, tapi soal jejaring yang dibangun untuk menjarah uang negara dengan modus legalitas semu. Penanganan harus lintas sektor, melibatkan aparat penegak hukum, lembaga audit, serta partisipasi masyarakat agar rantai kejahatan ini bisa diputus sampai ke akarnya,” tegasnya.
Pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pun didesak untuk melakukan audit menyeluruh terhadap aliran dana hibah dalam lima tahun terakhir. Sementara itu, masyarakat diharapkan lebih aktif mengawal dan melaporkan indikasi penyelewengan dana publik.
Kasus-kasus ini menjadi alarm keras bahwa integritas dan transparansi dalam pengelolaan dana negara harus menjadi prioritas utama dalam tata kelola pemerintahan di semua level.
Red.